Motivasi Berprestasi



1. PENGERTIAN MOTIVASI


Motif berasal dari bahasa latin yaitu movere yang artinya bergerak. Motif yang diistilahkan needs adalah dorongan yang sudah terikat pada suatu tujuan (Ahmadi, 1999). Perilaku manusia senantiasa dilatarbelakangi motif dan motivasi. Beragamnya motif dan motivasi mewarnai kehidupan manusia, misalnya makan karena lapar, ingin mendapat kasih sayang, ingin diterima lingkungan dan sebagainya (Ahmadi, 1998).

Pendapat para ahli, bahwa pengertian motif dan motivasi hampir sama dan tidak ditemukan perbedaan arti yang mendasar. Maksud dan pengertiannya sama, hanya berbeda dalam memformulasikan kalimat pada motif dan kalimat pada motivasi saja. Sedangkan arti yang terkandung dalam motif dan motivasi sebenarnya memiliki persamaan. Oleh karena itu dalam penjelasan berikutnya pada tulisan ini tidak dibedakan antara motif dan motivasi.
Ahmadi (1998) menjelaskan lebih lanjut, bahwa motivasi adalah suatu kekuatan yang terdapat dalam diri organisme yang menyebabkan organisme itu bertindak atau berbuat.

Motivasi menurut Winkel (1997) adalah sebagai daya penggerak dari dalam diri individu dengan maksud mencapai kegiatan tertentu dan untuk mencapai tujuan tertentu. Chaplin (1999) mendefinisikan motivasi sebagai variabel penyelang yang digunakan untuk menimbulkan faktor-faktor tertentu di dalam organisme, yang membangkitkan, mengelola, mempertahankan, dan menyalurkan tingkah laku menuju suatu sasaran. Murray (dalam Chaplin, 1999) juga mengemukakan pendapatnya sendiri mengenai motivasi. Ia menyebutkan motivasi sebagai motif untuk mengatasi rintangan-rintangan atau berusaha melaksanakan sebaik dan secepat mungkin pekerjaan-pekerjaan yang sulit. Walgito (2002) menyatakan motivasi merupakan kekuatan yang terdapat dalam diri organisme yang menyebabkan organisme itu bertindak atau berbuat dan dorongan ini biasanya tertuju pada suatu tujuan tertentu.

Sejalan dengan pendapat diatas, Suryabrata (2000) menyatakan motivasi suatu keadaan dalam diri individu yang mendorong individu untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu guna mencapai suatu tujuan. McClelland (1987) mendefinisikan motivasi sebagai suatu kebutuhan yang bersifat sosial, kebutuhan yang muncul akibat pengaruh eksternal. Ia kemudian membagi kebutuhan tersebut menjadi tiga, yaitu : Kebutuhan Berkuasa (Need for Power), Kebutuhan Berprestasi (Need for Achievement), Kebutuhan Berteman (Need for Affiliation).

Berdasarkan teori-teori diatas dapat disimpulkan pengertian dari motivasi yaitu suatu dorongan dalam diri individu karena adanya suatu rangsangan baik dari dalam maupun dari luar untuk memenuhi kebutuhan individu dan tercapainya tujuan individu. Jadi individu akan bertingkah laku tertentu dikarenakan adanya motif dan adanya rangsangan untuk memenuhi kebutuhan serta mendapatkan tujuan yang diinginkan. Berarti motivasi berkaitan dengan dorongan-dorongan dan kebutuhan-kebutuhan, sehingga dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah dorongan untuk berbuat sesuatu karena ada rangsang atau stimulus yang tujuannya adalah untuk memenuhi kebutuhan individu.

2. MOTIVASI BERPRESTASI

 Motivasi berprestasi pertama kali diperkenalkan oleh Murray (dalam Martaniah, 1998) yang diistilahkan dengan need for achievement dan dipopulerkan oleh Mc Clelland (1961) dengan sebutan “n-ach”, yang beranggapan bahwa motif berprestasi merupakan virus mental sebab merupakan pikiran yang berhubungan dengan cara melakukan kegiatan dengan lebih baik daripada cara yang pernah dilakukan sebelumnya. Jika sudah terjangkit virus ini mengakibatkan perilaku individu menjadi lebih aktif dan individu menjadi lebih giat dalam melakukan kegiatan untuk mencapai prestasi yang lebih baik dari sebelumnya. Individu yang menunjukkan motivasi berprestasi menurut Mc.Clelland adalah mereka yang task oriented dan siap menerima tugas-tugas yang menantang dan kerap mengevaluasi tugas-tugasnya dengan beberapa cara, yaitu membandingkan dengan hasil kerja orang lain atau dengan standard tertentu (McClelland, 2010). Selain itu mcClelland juga mengartikan motivasi berprestasi sebagai standard of exellence yaitu kecenderungan individu untuk mencapai prestasi secara optimal (McClelland,1987).

Selanjutnya menurut Haditono (Kumalasari, 2006), motivasi berprestasi adalah kecenderungan untuk meraih prestasi dalam hubungan dengan nilai standar keunggulan. Motivasi berprestasi ini membuat prestasi sebagai sasaran itu sendiri. Individu yang dimotivasi untuk prestasi tidak menolak penghargaan itu, tidak sungguh-sungguh merasa senang jika dalam persaingan yang berat ia berhasil memenangkannya dengan jerih payah setelah mencapai standar yang ditentukan. Individu yang mempunyai dorongan berprestasi tinggi umumnya suka menciptakan risiko yang lunak yang bisa memerlukan cukup banyak kekaguman dan harapan akan hasil yang berharga, keterampilan dan ketetapan hatinya yang menunjukkan suatu kemungkinan yang masuk akal daripada hasil yang dicapai dari keuntungan semata. Jika memulai suatu pekerjaan, individu yang mempunyai dorongan prestasi tinggi ingin mengetahui bagaimana pekerjaannya, ia lebih menyukai aktivitas yang memberikan umpan balik yang cepat dan tepat.

Menurut Herman (Linda, 2004) motivasi berprestasi ini sangat penting dalam kehidupan sehari-hari, karena motif berprestasi akan mendorong seseorang untuk mengatasi tantangan atau rintangan dan memecahkan masalah seseorang, bersaing secara sehat, serta akan berpengaruh pada prestasi kerja seseorang. Atkinson (Martaniah, 1998) mengatakan bahwa motivasi berprestasi dalam perilaku individu mengandung dua kecenderungan perilaku, yaitu :
a. Individu yang cenderung mengejar atau mendekati kesuksesan
b. Individu yang berusaha untuk menghindari kegagalan.


3. CIRI-CIRI INDIVIDU YANG MEMILIKI MOTIVASI BERPRESTASI

Menurut McClelland (dalam Morgan, 2006) ciri-ciri individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi adalah :

1) Menyukai tugas yang memiliki taraf kesulitan sedang/menengah.
Individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi lebih menyukai tugas yang memiliki taraf kesukaran sedang namun menjanjikan kesuksesan. Rohwer (dalam Robbins, 2001) mengatakan bahwa seseorang yang memiliki motivasi berprestasi tinggi akan berusaha mencoba setiap tugas yang menantang dan sulit tetapi mampu untuk diselesaikan, sedangkan orang yang tidak memiliki motivasi berprestasi tinggi akan enggan melakukannya. Robbins (2001) menambahkan bahwa orang yang memiliki motivasi berprestasi tinggi menyukai tugas-tugas yang menantang serta berani mengambil resiko yang diperhitungkan (calculated risk) untuk mencapai suatu sasaran yang telah ditentukan. Spence (dalam Morgan, 2006) menambahkan, mereka yang memiliki motivasi berprestasi tinggi memiliki task oriented dan selalu mempersiapkan diri terhadap tugas-tugas yang menantang.

2) Suka menerima umpan balik (suka membandingkan kinerja dengan orang lain).
Individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi mengharapkan umpan balik dengan cara membandingkan performansinya dengan orang lain atau suatu standarisasi tertentu (Spence dalam Morgan, 2006). Penetapan standard keberhasilan merupakan motif ekstrinsik yang bukan dari dalam dirinya, namun ditetapkan dari orang lain. Seseorang terdorong untuk berusaha mencapai standard yang ditetapkan oleh orang lain karena takut kalah dari orang lain (Rohwer dalam Robbins, 2001). Individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi kerap mengharapkan umpan balik dan membandingkan hasil kerjanya dengan hasil kerja orang lain dengan suatu ukuran keunggulan yaitu perbandingan dengan prestasi orang lain atau standard tertentu (McClelland dalam Morgan, 2006)

 3) Tekun dan gigih terhadap tugas yang berkaitan dengan kemajuannya.
Individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi akan memiliki kinerja yang baik, aktif berproduktivitas, serta tekun dalam bekerja. Dengan adanya motivasi berprestasi karyawan akan memiliki sifat-sifat seperti selalu berusaha mencapai prestasi sebaik-baiknya dengan selalu tekun dalam menjalankan tugas (Martaniah, 1998).

Atkinson (Linda, 2004) mengatakan bahwa seseorang yang memiliki motivasi berprestasi adalah sebagai berikut :
a. Free Choise, adalah bahwa individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi menyukai aktivitas-aktivitas atas keberhasilannya sehingga selalu berusaha untuk meningkatkan segala kemungkinan untuk berprestasi oleh karena kemampuan pengalaman keberhasilannya yang lebih banyak sehingga kendati mengalami kagagalan masih tetap tersirat untuk berhasil.
b. Persistence Behaviour, adalah suatu anggapan individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi menganggap bahwa kegagalan adalah sebagai akibat kurangnya usaha, oleh sebab itu harapan dan usaha untuk berhasil selalu tinggi.
c. Intensity of performance, adalah suatu intensitas dalam penampilan kerja, artinya individu yang motivasi berprestasinya tinggi selalu berpenampilan suka kerja keras dibandingkan seseorang yang motivasi berprestasinya rendah.
d. Risk preference, adalah suatu pertimbangan memilih risiko yang sedang artinya tidak mudah dan tidak juga sukar.

Menurut Herman (dalam Martaniah, 1998) ciri-ciri yang menonjol untuk memilih motivasi berprestasi berprestasi tinggi antara lain :
1. Mempunyai inspirasi yang tingkatannya sedang, hal ini terjadi karena individu tersebut memiliki keinginan untuk berprestasi tinggi sehingga individu tersebut tidak ingin melakukan sesuatu yang berbeda diluar jangkauannya atau tidak ingin membuang waktu yang banyak untuk mengerjakan sesuatu diluar kemampuan dirinya.
2. Memiliki tugas yang memiliki risiko yang sedang daripada yang tinggi.
3. Persperktif waktunya berorientasi kedepan.
4. Mempunyai keuletan dalam melakukan tugas yang belum selesai.
5. Mempunyai dorongan untuk melakukan tugas yang belum selesai.
6. Memiliki pasangan kerja atas dasar kemampuannya.
7. Usaha yang dilakukannya sangat menonjol

Berdasarkan uraian diatas dapat dismpulkan bahwa individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi mempunyai ciri-ciri antara lain, memiliki rasa percaya diri yang besar, berorientasi kemasa depan, suka pada tugas yang memiliki tingkat kesulitan sedang, tidak membuang-buang waktu, memilih teman yang berkemampuan baik dan tangguh dalam mengerjakan tugas-tugasnya.

Heckhausen (Monks dan Haditono,1999) mengatakan bahwa individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi dan motivasi berprestasi rendah memiliki perbedaan. Adapun ciri-ciri individu yang motivasi berprestasi rendah adalah :
1. Orientasi pada masa lampau.
2. Memiliki tugas yang sukar dan tidak sesuai dengan kemampuannya.
3. Tidak mempunyai kepercayaan dalam meghadapi tugas, adanya rasa pesimis yang dimiliki.
4. Menganggap keberhasilan suatu nasib mujur.
5. Cenderung mengambil pekerjaan tingkat resiko lemah, sehingga keberhasilan akan mudah dicapai.
6. Suka bermalas-malasan serta melakukan dengan cara yang baru.
7. Tidak menyenangi pekerjaan yang menuntut tanggung jawab dan merasa puas sebatas prestasi yang dicapai.
8. Tidak mencari umpan balik dari perbuatannyajika melakukan pekerjaan yang tidak diinginkan.

Atkinson (Linda, 2004) mengatakan bahwa ciri-ciri individu yang tidak memiliki motivasi berprestasi antara lain :
1. Individu termotivasi oleh ketakutan akan kegagalan.
2. Lebih senang menghindari kegagalan.
3. Senang melakukan tugas-tugas yang mempunyai taraf-taraf kesulitan yang rendah.
4. Individu senang menghindari kegagalan dan akan menunjukkan performance terbaik pada tugas-tugas dengan kesulitan yang rendah.

Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa individu yang memiliki motivasi berprestasi rendah memiliki ciri-ciri antara lain, bersikap pesimis, orientasi pada masa lampau, menganggap keberhasilan sebagai nasib mujur, menghindari kegagalan, suka memakai cara yang lama, tidak menyenangi pekerjaan pekerjaan yang menuntut tanggung jawab serta tidak berusaha untuk mencari umpan balik dari pekerjaannya.

4. FAKTOR-FAKTOT YANG MEMPENGARUHI MOTIVASI BERPRESTASI

Banyak faktor yang mempengaruhi motivasi berprestasi pada seseorang. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah : 

a. Kemampuan Intelektual
Menurut Gebhart dan Hoyt (Linda, 2004) dengan kelompok kemampuan intelektual yang tinggi ternyata menonjol dalam achievement, exhibition, autonomy dan dominance, sedangkan dengan kelompok kemampuan intelektual rendah ternyata menonjol dalam order, abasement, dan nurturance. 

b. Tingkat Pendidikan Orang tua
Sadli (Linda, 2004) menyatakan cara ibu mengasuh anak dapat menimbulkan motivasi berprestasi yang tinggi dan juga dipengaruhi oleh tingkat pendidikan karena ibu yang berpendidikan tinggi akan mempunyai aspirasi dan motivasi untuk mendorong anak agar berprestasi setinggi-tingginya

c. Jenis Kelamin
Adi Subroto, Watson, Lingren, Martaniah (Linda, 2004) menemukan adanya perbedaan motivasi berprestasi antara pria dan wanita, pria mempunyai motivasi berprestasi yang lebih tinggi daripada wanita. 

d. Pola Asuh
Dari penelitian didapat bahwa motivasi berprestasi terbentuk sejak masa kanak-kanak dan dipengaruhi oleh cara ibu mengasuh anaknya (Suroso dalam Linda, 2004).

Selain itu hal-hal yang dapat mempengaruhi motivasi berprestasi adalah :

1. Pendidikan 
Pendidikan adalah pengalaman yang memberikan pengertian perubahan terhadap suatu objek yang menyebabkan berkembangnya kecakapan seseorang dalam membentuk sikap tingkah lakunya (Hurlock,1996). Soemanto (1998) menggambarkan pendidikan formal seperti TK,SD sederajat, SLTA sederajat dan perguruan tinggi. Sedangkan pendidikan informal diperoleh dalam keluarga dan kehidupan berkelompok. Semakin tinggi tingkat pendidikan yang dicapai maka akan semakin besar juga untuk menerima pandangan dan wawasan baru

2. Lama Kerja
Menurut Ranupandojo (Linda, 2004), lama kerja adalah banyaknya waktu yang menyatakan bahwa seseorang telah menjadi karyawam pada suatu perusahaan dan faktor penting yang dapat meningkatkan kemampuan dan keterampilan sehingga dapat menguasai pekerjaan dengan lebih baik

3. Lingkungan
Tantangan yang ada dalam suatu lingkungan akan menetukan tinggi rendahnya dorongan berprestasi individu. Seandainya tantangan yang ada dalam lingkungan itu sedang-sedang saja maka motivasi berprestasi individu tersebut akan tinggi. Namun jika tantangan itu terlalu besar atau terlalu kecil maka motivasi berprestasinya akan berkurang (Mc Clelland dalam Linda, 2004)

4. Keluarga
Cara mengasuh anak dan pelatihan yang diberikan kepada anak-anak untuk dapat berdiri diatas kaki mereka sendiri (mandiri) serta agar dapat menguasai keterampilan atau keahlian tertentu dalam usia dini dan tidak ada penolakan dalam diri anak. Orang tua yang memiliki standar kualitas tinggi menganjurkan anak-anaknya akan meningkatkan motivasi berprestasi yang tinggi pada anak (Mc Clelland, 2004)

5. Pengaruh yang Berasal dari Dalam Diri Individu
Menurut Harisson (Linda, 2004), yaitu ada kemampuan dalam mempersiapkan diri secara bersungguh-seungguh untuk bekerja juga bersedia menerima dan mencoba pekerjaan untuk memperoleh pengalaman kerja. Menghindari dari pola pemuasan kesukaran untuk mencapai keberhasilan dalam mencapai tujuan yang mengandung arti bersedia berkorban untuk mencapai tujuan

Motivasi berprestasi yang terjadi pada masa anak-anak tidak hanya ditentukan oleh orang tua saja, tetapi juga dapat berubah karena proses pendidikan, latihan-latihan dan adanya faktor kematangan dan proses belajar pada masa selanjutnya (Mc Clelland dalam Martaniah, 1984).

Motivasi berprestasi merupakan suatu hal yang dipelajari, oleh karena itu pembentukannya sangat ditentukan oleh faktor lingkungan terutama keluarga sebagai lingkungan terdekat. Selain itu karena terbentuk dari lingkungan maka kebutuhan berprestasi bisa berubah sejalan dengan perkembangan yang dialami individu yaitu melalui latihan, pendidikan, kematangan dan proses belajar.

Locke (Kumalasari, 2006) menjelaskan bahwa pengalaman atau kematangan, wawasan diri dan usia individu berpengaruh terhadap motivasi berprestasi individu. Kemudian Mc Clelland (2010) yang mengemukakan bahwa ada enam aspek motivasi berprestasi pada diri individu, yaitu :
1. Bertanggungjawab dan kurang suka mendapat bantuan orang lain.
2. Mencapai prestasi dengan sebaik-baiknya.
3. Ingin hasil yang konkrit dari usahanya.
4. Memperhitungkan kemampuan diri dengan resiko sedang.
5. Tidak senang membuang-buang waktu serta gigih.
6. Memiliki antisipasi yang berorientasi kedepan.

Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa motif berprestasi dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain pendidikan, masa kerja, lingkungan dan keluarga, disamping faktor yang berasal dari dalam diri individu yaitu kemampuan diri, adanya kemampuan besar untuk madiri serta bersedia berkorban untuk mencapai tujuannya. Kemudian ada beberapa aspek kebutuhan berprestasi dalam diri individu yaitu bertanggung jawab dan kurang suka mendapat bantuan dari orang lain, mencapai prestasi dengan sebaik-baiknya, memperhitungkan kemampuan diri dengan risiko yang sedang, ingin hasil yang konkrit dari usahanya, tidak senang membuang-buang waktu serta memiliki antisipasi yang berorientasi kedepan.

Daftar Pustaka:
  • Abiatin, T. ,Martaniah, S. M. 1998. Peningkatan Kepercayaan Diri Remaja Melalui Konseling Kelompok. Psikologika No. 6 Tahun III
  • Ahmadi. 1999. Psikologi Sosial. Jakarta : Rineka Cipta.
  • Chaplin, J. P. 1999. Kamus Lengkap Psikologi. penerjemah : Kartini Kartono. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada
  • David Clarence McClelland. 2010. The Achieving Society. Martino Publishing
  • Gareth Morgan. 2006. Images of Organization SAGE Publications
  • Hurlock, E.B. 1996. Psikologi Perkembangan. Jakarta : Erlangga.
  • Kumalasari, P. 2006. Hubungan Antara Motif Berprestasi Dengan Kecemasan Dalam Pemenuhan Target Penjualan Pada Tenaga Marketing di PT. INDO PRIMA ABADI MEDAN. Skripsi. 
  • Linda, S. 2004. Perbedaan Motif Prestasi Ditinjau dari Latar Belakang Paduan pada Mahasiswa Teknik Elektro ITM. Skripsi
  • Martaniah, S. 1984. Motif Sosial Yogyakarta: GMU Press.
  • Robbins, Stephen P. 2001. Perilaku Organisasi: Konsep, Kontroversi, Aplikasi, Jilid 1, Edisi 8, Prenhallindo, Jakarta.
  • Soemanto, W. 1998. Psikologi Pendidikan.Edisi Baru. Jakarta : Rineka Cipta
  • Sumadi Suryabrata. 2003. Metode Penelitian. Jakarta: Rajawali.
  • Winkel, W. S. 1997.Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Jakarta : Gramedia Widia-Sarana Indonesia












     

Komentar